Salah satu kendala dalam mengatasi backlog perumahan di Indonesia yang saat ini mencapai angka 13,5 juta unit berdasarkan kepemilikan dan 7,6 juta unit hunian yakni karena adanya gap antara daya beli masyarakat dan harga jual besi baja. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Arief Sabaruddin mengatakan pihaknya sedang menyiapkan moduler untuk selanjutnya menjadi Surat Edaran dari Kementerian PUPR tentang standarisasi material bangunan yang Jual besi beton diharapkan mengurangi kesenjangan tersebut. "Standarisasi Nasional atau SNI untuk material bangunan ini merupakan amanat Undang Undang 20/2014 yang oleh Bapak Menteri PUPR nantinya akan digunakan dalam proyek infrastruktur dan program sejuta rumah (PSR)," katanya pada Bisnis, Rabu (9/3). Menurut  Arief, dengan adanya SNI pada material bangunan gap dari Jual besi h beam harga jual yang tinggi dan daya beli masyarakat Jual besi wiremesh Jual bondek yang rendah akan teratasi. Dengan SNI, pemerintah akan memaksa kalangan industri untuk membuat material yang murah dan Jual besi siku berkualitas guna pembangunan rumah Jual besi cnp baja bagi masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR. Selanjutnya, Jual besi plat kapal SE Jual besi unp baja ini akan digunakan acuan Jual besi pipa baja pengembang dalam pembuatan rumah MBR. Arief mengatakan dalam SE ini akan terdapat acuan tekni spesifikasi, harga, komponen, ukuran, serta ketebalan satu bahan material. "SNI bahan bangunan juga akan menjamin rantai pasok dari kalangan industri pada pengembang, kita akan mengatur detail misalkan untuk pintu, lantai dan lain sebagainya," ujarnya. Selain standarisasi bahan bangunan, kata Arif, Jual besi hollow pihaknya akan mendorong industrialisasi perumahan dengan membuat peta arsitektur rumah sederhana untuk tingkat mikro zonasi. Peta tersebut akan menjadi patokan bagi pemerintah daerah untuk Jual besi wf baja (http://www.gudangbesibaja.com) membangun rumah MBR.

“Kami rencanakan tahun ini untuk makro zonasi sebagai pedoman pemerintah pusat selesai, selanjutnya kami akan buat untuk mikro zonasi untuk setiap daerah. Hal ini untuk memastikan bahwa rumah MBR tepat sasaran,” kata Arief.

Dia menambahkan masyarakat MBR juga harus mengubah pola berpikir penggunaan istilah rumah tapak dan rumah susun yang sebenarnya hanya sebatas konteks tata ruang, bukan kelas sosial.

Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin mengatakan jika industrialisasi di bidang perumahan bisa terwujud pola pembangunan perumahan tidak akan berbeda jauh antara satu daerah dengan lainnya karena sudah terstandarisasi dengan baik.

“Apabila kita membangun rumah sekitar 70% biaya yang dikeluarkan berasal dari harga material bangunan. Dengan adanya standarirasi bahan material bangunan mulai dari genteng, pintu, lantai serta dinding pra cetak maka rumah yang terbangun nantinya pun diharapkan bisa lebih murah,” katanya.

Ketua The Housing and Urban Development Institute (HUD) Zulfi Syarif Koto mengapresiasi rencana pemerintah dalam pembuatan SNI untuk bahan bangunan dan peta arsitek rumah sederhana meski terlambat.

“Kalau saya sudah memikirkan hal ini sejak darurat perumahan rakyat 2013 dulu, tetapi kita lihat saja komitmen pemerintah ini,” katanya.

Menurutnya, sejuta rumah merupakan program yang capaianya tidak sekadar dari angka dan data yang dihimpun. Program ini membutuhkan komitmen kuat dari pemerintah pusat maupun daerah untuk terus berupaya menyediakan kehidupan yang layak bagi masyarakat.

“Program ini jangka panjang tidak mungkin selesai dalam satu masa kepemimpinan Presiden, intinya jangan hanya fokus pengadaan infrastruktur tetapi tidak dibarengi dengan pembangunan rumah.”